Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara (UNTAR) menggelar kuliah umum bertajuk Finding Purpose in Life: Lessons from Victor Frankl yang dilaksanakan secara virtual melalui Zoom Cloud Meeting, Selasa (2/9/2025). Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa, dosen, dan praktisi psikologi yang antusias menimba ilmu dan wawasan baru.
Acara dibuka dengan khidmat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars Psikologi UNTAR sebagai bentuk penghormatan dan semangat kebersamaan. Master of Ceremony, Jesselynn Aurelia Tan, mahasiswi Fakultas Psikologi UNTAR sekaligus pemenang kompetisi Cici Koko 2024, memandu jalannya seminar dengan percaya diri.
Dalam sesi inti, Prof. Dr. Aureliano Pacciolla menyampaikan materi yang mengangkat pemikiran Victor Frankl, seorang psikiater dan filsuf eksistensialis terkenal yang mengembangkan Logoterapi. Frankl menekankan pentingnya menemukan makna dan tujuan hidup sebagai kekuatan utama dalam menghadapi penderitaan serta tantangan hidup.
Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara menghadirkan pemahaman mendalam mengenai akar budaya dari pemikiran Viktor E. Frankl, khususnya konsep nous yang menjadi fondasi penting dalam eksistensi manusia. Nous sendiri diartikan sebagai aspek nonmateril yang hanya dimiliki oleh manusia, yaitu kesadaran.
Prof. Dr. Aureliano Pacciolla menguraikan pemikiran Victor Frankl, seorang psikiater dan filsuf eksistensialis terkemuka yang mengembangkan teori Logoterapi. Frankl menegaskan pentingnya menemukan makna dan tujuan hidup sebagai sumber kekuatan utama untuk menghadapi penderitaan dan tantangan hidup.
Menurut Prof. Aureliano, Frankl beranggapan bahwa arti hidup tidak semata-mata ditemukan dalam pencapaian kesenangan atau kekuasaan, melainkan dalam komitmen pada sesuatu yang bernilai lebih besar dari diri sendiri, seperti cinta, karya, dan nilai kemanusiaan. Konsep ini sangat relevan dalam psikologi positif dan konseling, terutama dalam membantu individu mencari tujuan hidup yang bermakna di tengah ketidakpastian.
Frankl juga menekankan bahwa kecerdasan dan pengetahuan tidak cukup tanpa kesadaran mengenai keberadaan dan kapasitas untuk menyadari. Kesadaran inilah yang menjadi inti potensi manusia, memberi makna pada kecerdasan dan pengetahuan. Ia juga menggarisbawahi bahwa kebebasan tanpa kesadaran akan kebebasan tersebut menjadi kurang berarti, demikian pula tanggung jawab tanpa kesadaran menjadi tidak bernilai. Pemikiran Frankl ini menegaskan pentingnya kesadaran sebagai fondasi menjalani hidup yang bermakna dan bertanggung jawab.
Setiap orang, termasuk orang biasa, dapat mengalami penderitaan meski tampak menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam teori logoterapi Frankl, penderitaan sangat terkait dengan pencarian makna hidup. Frankl percaya motivasi utama manusia adalah mencari makna dan tujuan hidup, bahkan dalam keadaan paling sulit. Saat seseorang kehilangan kesadaran akan makna hidup, rasa putus asa dapat muncul, bahkan berisiko menyebabkan ide bunuh diri. Frankl memandang keputusasaan sebagai akibat kehampaan makna dalam hidup. Namun, ia menawarkan pandangan bahwa manusia memiliki kebebasan memilih sikap terhadap penderitaan dan tetap mampu menemukan makna, walaupun dalam keterbatasan. Kesadaran akan kebebasan ini dan tanggung jawab pribadi untuk menemukan makna menjadi kunci mengatasi keputusasaan.
Dengan menemukan arti pada penderitaan, seseorang dapat bertahan dan tumbuh dari kesulitan. Oleh karena itu, teori Frankl sangat berperan dalam menangani isu keputusasaan dan ide bunuh diri dengan menitikberatkan pada pencarian makna hidup sebagai penyelamat dari kehampaan.
Hidup adalah kesempatan untuk memenuhi misi kita. Dengan menempatkan pertanyaan misi hidup sebagai fokus, kehidupan menjadi kebebasan sekaligus peluang menuju makna yang sebenarnya. Dalam logoterapi Frankl, hidup bukan hanya soal mencari kebahagiaan atau kekuasaan, melainkan pencarian makna. Frankl menegaskan bahwa setiap individu bebas memilih sikap dan cara merespons keadaan yang dihadapi, dan melalui pilihan tersebut manusia menemukan makna hidupnya. Prinsip ini dikenal sebagai freedom of will.
Melalui pencarian makna ini, seseorang dapat memenuhi misi hidupnya dan merasakan hidup sebagai kesempatan bermakna. Setiap individu memiliki peluang untuk menanggapi kehidupan sesuai misi uniknya. Kesadaran akan misi ini memberi arah dan kekuatan untuk menjalani hidup penuh arti, bahkan saat menghadapi kesulitan.
Dalam sesi tanya jawab, di antara pertanyaan yang diajukan, yaitu dari Ibu Denrich Suryadi, M.Psi., psikolog, menanyakan kaitan antara teori makna hidup Frankl serta relevansi pengaruhnya pada keseharian mahasiswa. Prof. Pacciolla menjawab bahwa teori Frankl sangat relevan karena menekankan hidup sebagai pencarian makna yang unik dan personal.
Frankl mengemukakan motivasi utama manusia adalah will to meaning atau kehendak untuk menemukan arti hidup. Bagi mahasiswa, ini berarti hidup bukan hanya menjalani rutinitas akademik, melainkan kesempatan menemukan dan menjalankan misi hidupnya, yang merupakan perpaduan kebebasan dan peluang untuk memilih sikap dan diri yang ingin dikembangkan di tengah berbagai tantangan, bukan sekadar tugas, melainkan nilai kehidupan.
Dengan perspektif ini, mahasiswa didorong melihat setiap pengalaman dan tantangan sebagai bagian dari proses pencarian makna. Kesulitan dan kegagalan bukan alasan untuk menyerah, melainkan kesempatan untuk belajar, berkembang, dan memperkuat kesadaran akan tanggung jawab pribadi terhadap pilihan hidupnya.
Pertanyaan lain datang dari Syora terkait konsep Frankl mengenai menemukan makna hidup bahkan di tengah penderitaan, terkait situasi di Palestina. Prof. Pacciolla menjelaskan bahwa sesuai logoterapi, meskipun situasi sulit dan penuh penderitaan, manusia tetap mampu menemukan makna hidup. Mereka yang mampu menemukan makna dalam penderitaan cenderung memiliki daya tahan mental dan fisik yang lebih baik, sebagaimana yang terlihat saat masa kekuasaan Hitler dan Nazi. Dalam konteks Palestina yang penuh konflik, orang-orang dapat memilih sikap mereka terhadap penderitaan dan menemukan makna melalui misi, pengalaman hubungan antar sesama, atau menjaga martabat dalam menghadapi penderitaan. Dengan demikian, mereka tetap dapat bertahan dan hidup dengan tujuan.
Kesimpulan dari paparan Prof. Pacciolla bahwa hidup adalah peluang untuk memenuhi misi kita. Ketika kita memandang hidup sebagai misi yang harus dijalankan, itu memberi kebebasan dan peluang untuk menemukan makna hidup kita sendiri. Misi bagi mahasiswa dan kita semua saat ini adalah “apa yang masyarakat butuhkan dari saya,” bukan “apa yang saya butuhkan dari masyarakat,”. Hal tersebut menunjukkan sikap self-transcendence untuk mewujudkan tujuan prososial dan makna hidup.
Acara yang dihadiri 300 peserta, ditutup dengan ucapan terima kasih dari Ketua Panitia sekaligus Koordinator Internasionalisasi yaitu Ibu Roswiyani, Ph.D., psikolog, mewakili Dekan Fakultas Psikologi UNTAR, serta penyerahan sertifikat kepada narasumber dan harapan agar ilmu yang disampaikan dapat diimplementasikan dalam kehidupan dan profesi masing-masing. RH