Sumber: David Irianto, 2020.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali terjebak dalam rutinitas yang padat. Bangun pagi, kuliah, mengerjakan tugas, dan menghadiri rapat organisasi hingga larut malam, semua berjalan begitu cepat. Di tengah kehidupan yang melelahkan ini, seringkali kita melupakan satu hal sederhana namun sangat berharga, yaitu rasa syukur.
Bersyukur bukan sekadar mengucapkan terima kasih saat mendapatkan sesuatu, melainkan kemampuan untuk menyadari hal-hal baik yang hadir dalam hidup, sekecil apa pun itu. Ketika kita terbiasa melatih rasa syukur, kita sedang membangun cara pandang yang lebih sehat terhadap diri sendiri maupun dunia sekitar. Lebih dari itu, berbagai penelitian dalam psikologi positif juga menunjukkan bahwa rasa syukur memiliki peran besar bagi kesehatan mental dan kualitas hidup seseorang. Orang yang sering melatih rasa syukur terbukti lebih mampu mengelola stres, merasa puas dengan hidupnya, dan memiliki hubungan sosial yang lebih harmonis. Rasa syukur ibarat kacamata baru yang membuat kita melihat sisi terang dari situasi, bahkan dalam keadaan sulit.
Sayangnya, sebagian orang masih menganggap bersyukur berarti pasrah atau berhenti berusaha. Padahal, bersyukur justru menjadi sumber energi positif yang membuat kita lebih bersemangat melangkah maju. Dengan menyadari apa yang sudah dimiliki, kita dapat terhindar dari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain yang kerap menimbulkan rasa iri dan cemas. Meskipun terdengar sederhana, rasa syukur tidak selalu hadir begitu saja. Ia perlu dilatih dan dibiasakan agar benar-benar tumbuh menjadi bagian dari diri kita.
Melatih rasa syukur tentu tidak bisa dilakukan secara instan. Sama halnya seperti otot yang perlu dilatih secara rutin, syukur juga harus dibiasakan melalui langkah-langkah kecil dalam keseharian. Salah satu cara sederhana adalah dengan membiasakan diri menuliskan hal-hal yang patut disyukuri setiap malam. Tidak perlu menunggu momen besar untuk merasa beruntung, karena bahkan hal sepele seperti bisa tertawa bersama teman atau sekadar menikmati secangkir teh hangat dapat menjadi alasan untuk bersyukur.
Sumber: iStockphoto, 2022.
Selain itu, penting bagi kita untuk belajar menghargai proses, bukan hanya hasil akhirnya. Sering kali kepuasan baru muncul ketika tujuan besar tercapai, padahal usaha-usaha kecil seperti berani berbicara di depan kelas, berdisiplin dalam belajar, atau menyelesaikan tugas tepat waktu juga merupakan pencapaian yang layak diapresiasi. Rasa syukur pun akan semakin kuat bila kita berani mengekspresikannya. Mengucapkan terima kasih, meskipun sederhana, dapat mempererat hubungan dengan orang lain sekaligus menumbuhkan rasa hangat dalam diri sendiri.
Hidup tentu tidak selalu berjalan mulus, dan kegagalan terkadang tidak terhindarkan. Namun, ketika kegagalan dipandang sebagai pengalaman belajar, kita dapat menemukan sisi positif di baliknya. Dengan cara ini, kita bisa bangkit kembali tanpa terbebani rasa bersalah berlebihan. Di samping itu, melatih kesadaran penuh atau mindfulness juga membantu menumbuhkan rasa syukur. Dengan menyadari apa yang sedang kita alami pada saat ini, kita menjadi lebih peka terhadap hal-hal kecil yang sering terlewatkan karena pikiran terlalu sibuk berlari ke masa lalu atau masa depan.
Bagi mahasiswa, terutama di tengah tuntutan akademik dan kegiatan organisasi, rasa syukur dapat menjadi penyelamat. Ketika nilai ujian tidak sesuai harapan, kita masih bisa mensyukuri usaha yang sudah dilakukan. Saat merasa lelah dengan padatnya jadwal, kita bisa berterima kasih pada diri sendiri yang tetap berusaha menjalani semuanya. Rasa syukur juga membantu kita menghargai keberadaan teman-teman yang selalu mendukung, atau dosen yang memberi ilmu dan arahan.
Melatih syukur di masa kuliah bukan hanya membuat pikiran lebih tenang, tetapi juga menumbuhkan ketahanan mental. Mahasiswa yang terbiasa bersyukur akan lebih mampu menghadapi tekanan, karena mereka tahu selalu ada hal positif yang bisa dijadikan pegangan. Setiap kali kita memilih untuk bersyukur, sebenarnya kita sedang melindungi diri dari stres berlebihan, menumbuhkan ketahanan mental, dan membuka ruang bagi kebahagiaan. Langkah kecil ini memang sederhana, tetapi dampaknya dapat membawa kita menuju kehidupan yang lebih tenang, harmonis, dan penuh harapan. SJ
Referensi
American Psychological Association. (2018). Gratitude. In APA dictionary of psychology. https://dictionary.apa.org/gratitude
Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2003). Counting blessings versus burdens: An experimental investigation of gratitude and subjective well-being in daily life. Journal of Personality and Social Psychology, 84(2), 377–389. https://doi.org/10.1037/0022-3514.84.2.377
Sansone, R. A., & Sansone, L. A. (2010). Gratitude and well being: The benefits of appreciation. Psychiatry (Edgmont), 7(11), 18–22. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3010965/
Wood, A. M., Froh, J. J., & Geraghty, A. W. A. (2010). Gratitude and well-being: A review and theoretical integration. Clinical Psychology Review, 30(7), 890–905. https://doi.org/10.1016/j.cpr.2010.03.005
Irianto, D. (2020, 4 Juli). Ilustrasi artikel “Jujur dalam Bersyukur” [Gambar]. Greatmind. https://www.greatmind.id/article/jujur-dalam-bersyukur