Menjadi Neraca: Menyeimbangkan IQ dan EQ di Era Digitalisasi

Kemajuan teknologi adalah bukti luar biasa dari kecerdasan manusia, yang memungkinkan kita menciptakan alat-alat canggih untuk mempermudah hidup. Namun, di balik segala kemudahan itu, bagaimana agar kita tetap menjaga keseimbangan dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan sosial kita? Perkembangan teknologi yang kini semakin maju diharapkan sejalan dengan kemajuan pemikiran manusia yang dapat memecahkan masalah dan menciptakan solusi baru untuk kehidupan yang lebih baik. Dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan berpikir ini sering disebut sebagai inteligensi, yang dapat diukur dengan tes Intelligence Quotient atau lebih dikenal dengan singkatan IQ. Mengenai hal ini, IQ sering dijadikan tolok ukur untuk mengetahui sejauh mana seseorang dapat berpikir logis, memecahkan masalah, dan belajar dari pengalaman.

Banyak orang dengan kemampuan berpikir yang baik telah menciptakan berbagai terobosan dalam bentuk alat dan inovasi untuk mempermudah hidup manusia. Salah satu yang paling masif dan berpengaruh adalah penemuan komputer dan smartphone yang telah mengubah cara manusia bekerja, berkomunikasi, dan mengakses informasi. Teknologi seperti ini memudahkan kehidupan manusia, baik dalam konteks pekerjaan, pendidikan, maupun hiburan. Hal ini memperlihatkan bagaimana pemikiran manusia mampu membawa perubahan besar yang bermanfaat, mempercepat pekerjaan, dan menghubungkan orang-orang di seluruh dunia dalam hitungan detik.

LeadOff/Varun Sachdeva

                 LeadOff/Varun Sachdeva

Namun, meskipun manusia cenderung fokus untuk mengembangkan kemampuan berpikir, penting untuk diingat bahwa manusia juga merupakan makhluk sosial. Oleh karena itu, tidak hanya kemampuan intelektual saja yang perlu dilatih, tetapi juga keterampilan dalam berinteraksi dengan orang lain. Di sinilah peran kecerdasan emosi, atau yang biasa disebut sebagai Emotional Quotient (EQ), menjadi sangat penting. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain. Melalui pengukuran, hasil skor EQ mampu menggambarkan seberapa baik seseorang dapat mengendalikan dan mengekspresikan emosinya dalam situasi yang berbeda. Selain itu, EQ juga dapat menunjukkan bagaimana seseorang menanggapi, merespon, dan mengambil tindakan ketika menghadapi beragam kondisi dalam hidup.

Pada era kemajuan teknologi yang pesat, perlu disadari bahwa kita menghadapi tantangan besar dalam membangun kecerdasan emosi yang baik. Perkembangan teknologi saat ini mendorong individu untuk lebih banyak berinteraksi dengan gawai daripada berhubungan secara langsung dengan orang lain. Hal ini menyebabkan kecenderungan pada sebagian orang untuk menjadi lebih individualistis. Masyarakat kini sering merasa “cukup” dengan dunia digital dan merasa nyaman untuk membangun pribadi di dunia maya. Sayangnya, timbulnya rasa nyaman ini membuat manusia mulai menghindari kesempatan berinteraksi secara langsung. Hal ini dapat berpengaruh negatif pada kondisi psikologis seseorang, karena kurangnya keterampilan sosial dan kesulitan dalam membangun hubungan emosional yang sehat dengan orang lain. Jika seseorang terlalu sering merasa soliter, dapat terjadi penurunan dalam kesejahteraan emosional dan psikologisnya.

          (CreativeMarket/Dmitry Demidovich)

Oleh karena itu, agar tetap mampu membangun interaksi langsung yang positif dengan sesama, penting bagi kita untuk menyadari pentingnya menjaga keseimbangan antara penggunaan teknologi dan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Salah satu langkah konkret yang bisa diambil adalah melibatkan diri dalam kegiatan sosial, seperti bergabung dalam organisasi, komunitas, atau mengikuti kegiatan yang membutuhkan hubungan dan keterkaitan dengan orang lain. Selain itu, kita juga bisa melatih kemampuan untuk mengenali dan mengelola emosi, misalnya melalui pemahaman mengenai teknik mindfulness atau mengikuti pelatihan pengembangan diri yang dapat meningkatkan kecerdasan emosi kita. Dengan demikian, meskipun teknologi berkembang pesat, kita tetap bisa menjaga keterampilan sosial yang sehat dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif.

Pada akhirnya, baik IQ maupun EQ memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Keduanya saling berdampingan dan tidak dapat dipisahkan, karena kemampuan berpikir yang tajam tanpa diimbangi dengan kecerdasan emosional yang baik akan sulit menghadapi tantangan sosial dan emosional yang ada. Sebaliknya, kecerdasan emosional yang baik tanpa kemampuan intelektual yang memadai juga dapat membatasi pencapaian seseorang. Maka dari itu, untuk mencapai kesejahteraan di era digitalisasi, penting bagi kita untuk memiliki keseimbangan IQ dan EQ sehingga mampu menghadapi segala aspek kehidupan dengan bijak serta realistis. AR/VF

Berita Terbaru

Agenda Mendatang

 

14-16

Agustus

Penerimaan Mahasiswa Baru

15

Agustus

Workshop Mengembangkan Potensi Gen Z dan Alpha: Tantangan dan Peluang di Era Digital

17

Agustus

HUT RI Ke-79

19

Agustus

Awal perkuliahan semester ganjil 2024/2025

14

September

Sarasehan 2024

27-28

September

Prof. Constance Vissers: Kuliah Umum Neuropsychology of Developmental Language
Disorder